Berita Terkait
The post Danrem: Usul Pembubaran Kompi di Sabang Keliru appeared first on INFO SABANG.
Sabang secara historis memang dikenal karena pelabuhannya. Pada abad ke-19 dan awal abad ke-20, Teluk Sabang telah melayani kapal-kapal besar dari benua Eropa, Afrika, dan Asia. Pemerintah kolonial Belanda melihat potensi Sabang. Tahun 1881, Belanda mendirikan Kolen Station di Teluk Sabang yang terkenal dengan pelabuhan alamnya.
Dua tahun kemudian, Belanda mendirikan Atjeh Associate oleh Factorij van de Nederlandsche Handel Maatschappij (Factory of Netherlands Trading Society) dan De Lange & Co di Batavia (Jakarta) untuk mengoperasikan pelabuhan dan stasiun batubara di Sabang. Pelabuhan itu awalnya dimaksudkan sebagai stasiun batubara untuk Angkatan Laut Belanda, tetapi kemudian juga melayani kapal dagang umum.
Sebelum Perang Dunia II, Pelabuhan Sabang sangat penting dibandingkan dengan Singapura. Karena perannya yang semakin penting, pada tahun 1896 Sabang dibuka sebagai pelabuhan bebas untuk perdagangan umum dan pelabuhan transit barang-barang, terutama hasil pertanian dari Deli yang telah menjadi daerah perkebunan tembakau sejak tahun 1863 dan hasil perkebunan berupa lada, pinang, dan kopra dari Aceh. Sabang pun mulai dikenal oleh lalu lintas perdagangan dan pelayaran dunia.
Tahun 1903, CJ Karel Van Aalst, sebagai direktur NHM yang baru, mengatur layanan dwi-mingguan antara Pelabuhan Sabang dan negeri Belanda, melibatkan Stoomvaart Maatschappij Nederland (Netherlands Steamboat Company) dan Rotterdamsche Lloyd. Dia juga mengatur suntikan modal penting bagi Sabang Maatschappij dengan NHM sebagai pemegang saham mayoritas.
Pelabuhan Sabang terus berkembang hingga akhirnya masa kejayaan merosot setelah tahun 1985. Status Sabang sebagai daerah perdagangan bebas dan pelabuhan bebas ditutup oleh Pemerintah RI melalui Undang-undang Nomor 10 Tahun 1985. Pencabutan status ini dengan alasan maraknya penyelundupan dan akan dibukanya Batam sebagai kawasan perdagangan bebas dan pelabuhan bebas.
Sudah banyak perdebatan yang mengangkat isu agar peran Pelabuhan Sabang sebagai pintu gerbang Indonesia di kawasan barat kembali dibangkitkan. Yang terjadi sekarang, PT Pelabuhan Indonesia I telah menyerahkan aset kepada Pemerintah Provinsi Aceh melalui Badan Pengusahaan Kawasan Pelabuhan Bebas Sabang (BPKS). Belum jelas bagaimana nasib Pelabuhan Sabang ke depan. Sementara itu, Batam yang digadang-gadang pemerintah pusat sebagai pintu gerbang di Selat Malaka tak menunjukkan perannya.
Secara geografis, sebenarnya posisi Sabang lebih strategis dibandingkan dengan Batam. Sabang terletak di pintu bagian barat Selat Malaka yang dilintasi 50.000-60.000 kapal setiap tahun. Kondisi alam Pelabuhan Sabang juga lebih mendukung. Bagi kapal-kapal besar, syarat kedalaman laut menjadi mutlak untuk menjaga keselamatan dan laluan kapal.
Tren ke depan, kapal-kapal yang lebih besar akan banyak diproduksi. Sekarang ini saja sudah lebih dari 7.000 kapal peti kemas beroperasi di seluruh dunia.
TAUFAN WIJAYA Pantai di Sabang, Pulau Weh, Aceh.
Lebar dan kedalaman Selat Malaka sangat terbatas. Peristiwa tsunami tahun 2004 menyebabkan sedimentasi (pendangkalan) di beberapa titik di Selat Malaka. Akibatnya, kedalaman maksimum yang selamat untuk laluan kapal di Selat Malaka adalah 19,5 meter. Artinya kapal peti kemas berukuran 18.000 TEU tidak lagi dapat merentas Selat Malaka dan harus bongkar muat di pintu masuk selat.
Situasi ini menguntungkan bagi Pelabuhan Sabang. Dengan kolam pelabuhan yang dalam secara alami, Pelabuhan Sabang bisa mengambil peran sebagai pelabuhan penghubung. Pelabuhan Sabang bahkan berpotensi menjadi pintu keluar masuk barang ekspor Indonesia di bagian barat.
Dari sini kita dapat melihat bahwa potensi Sabang untuk melayani wilayah Sumatera adalah sangat besar. Karena itu, berbagai kerja sama, khususnya dengan beberapa pelabuhan utama di kawasan Selat Malaka yang sudah lebih dahulu eksis, perlu dilakukan. (GATOT WIDAKDO)
Sumber: kompas.com
The post Sabang, Kisah Pintu Gerbang Perdagangan appeared first on INFO SABANG.
SABANG, KOMPAS.com – Ekspedisi Sabang-Merauke: Jejak Kota dan Peradaban Harian Kompas dimulai hari ini, Jumat (20/9/2013) di titik nol kilometer ujung barat Indonesia di Kota Sabang, Aceh. Ekspedisi ini akan melihat Indonesia dari dekat, menggali potensi serta tantangan yang ada. Tim ekspedisi dilepas oleh Wakil Menteri Perhubungan Bambang Susantono di titik nol yang berada di utara Pulau Weh. Mulai hari ini, tim ekspedisi menyusuri pantai barat Sumatera, berlanjut ke selatan Jawa, Bali, Sumbawa Besar, Flores dan berlayar mulai dari Larantuka, pulau-pulau kecil di Nusa Tenggara Timur, Maluku Tenggara hingga Merauke di ujung timur Papua. Perjalanan dijadwalkan tiba di Merauke pada tanggal 28 Oktober mendatang.
Pelepasan dihadiri oleh Wakil Pemimpin Redaksi Kompas Ninuk Mardiana Pambudi, Direktur Jenderal Perhubungan Darat Soeroyo Alimuso, dan segenap jajaran Kementerian Perhubungan.
Ninuk Mardiana Pambudi dalam sambutannya mengungkapkan bahwa ekspedisi ini merupakan salah satu semangat Harian Kompas dalam merajut nusantara. Ekspedisi ini diharapkan mampu melihat Indonesia dari dekat, dengan berintraksi dan bergaul dengan masyarakat setempat, mengetahui apa cita-cita dan mimpi mereka tentang Indonesia dan keindonesiaan.
“Keindahan Indonesia membentang dari Sabang sampai Merauke, dan ada banyak potensi dan juga tantangan. Kami melalui ekspedisi ini akan melihat apa saja tantangan itu, dan bagaimana agar ke depan kesenjangan yang masih nampak dapat diminimalkan,” kata Ninuk.
Bambang Susantono menyebutkan, jarak yang akan ditempuh tim ekspedisi dari Sabang sampai Merauke mencapai 7.885 kilometer, dengan sepertiga perjalanan atau 2.555 kilomer diantaranya adalah perjalanan melalui laut. Sisanya, 5.330 ditempuh melalui jalan darat. (UTI/OTW)
Sumber: Kompas.com
Tugu Nol Kilometer yang menjadi icon Kota Sabang, Pulau Weh, tampak tidak terawat bahkan lambang burung Garuda di puncak tugu tidak lagi berdiri tegak karena patah.
Kepala Bidang Pemasaran Dinas Pariwisata Kota Sabang Ermi Sarina mengatakan monumen Nol Kilometer Indonesia direncanakan akan direnovasi lebih megah. Diperkirakan pada 2014 proses renovasi sudah dapat dilakukan.
Saat ini Badan Pengusahaan Kawasan Sabang (BPKS) masih membahas proses renovasi agar monumen Nol Kilometer Indonesia itu tetap menjadi ikon pariwisata paling barat Indonesia.
“Rencana akan direnovasi tahun depan, nanti akan dibangun tujuh tingkat tingginya sehingga bisa melihat laut lepas dari puncak tugu,” ujarnya saat dihubungi Bisnis, Sabtu (14/9/2013).
Menurutnya proses renovasi masih terkendala perizinan dari Kementerian Kehutanan. Pasalnya, di sekitar tugu tersebut merupakan wilayah hutan lindung yang artinya setiap pemotongan satu pohon harus meminta izin kepada Kemenhut.
“Beberapa pohon memang akan dipotong, jalan juga mau diperlebar sedikit,” jelasnya.
Tugu Nol Kilometer memang tampak kumuh dan tidak terawat. Tugu yang berwarna putih dan oranye itu terlihat sudah tua. Banyak coretan-coretan tangan jahil yang membuat tugu tersebut terlihat semakin kotor.
Penanda wilayah Indonesia di ujung barat ini terletak pada garis lintang 050 54’ 21.42” Lintang Utara, dan garis bujur 950 13’ 00.50” Bujur Timur. Berada di dalam areal Hutan Wisata Sabang di Ujung Ba`u, Kecamatan Sukakarya, Kota Sabang, kawasan ini cukup sepi.
Berhubung lokasinya di kawasan hutan wisata tidak mengherankan jika jalanan menuju tugu nol kilometer sangat sepi dan tentu saja banyak pepohonan. Kawanan monyet ada disekitar tugu, mereka sering usil mengambil barang-barang apapun milik pengunjung.
Di sekitar tugu, juga terdapat beberapa warung yang menawarkan makan maupun minuman pelepas dahaga. Mereka juga biasanya menawarkan jasa pembuatan sertifikat penanda telah menungjungi tugu Nol Kilometer.
Biasanya, mereka menawarkan harga Rp20.000-Rp25.000 per orang untuk pembuatan sertifikat dengan jasa antar ke penginapan. Namun, bila pengunjung ingin lebih murah, di Dinas Pariwisata Kota Sabang harga pembuatan sertifikat sesungguhnya hanya Rp10.000 per orang.
Tugu kilometer Nol adalah sebuah bangunan setinggi 22,5 meter dengan bentuk lingkaran berjeruji. Bagian tugu dicat putih dan bagian atas lingkaran menyempit seperti mata bor. Puncak tugu ini terdapat patung burung Garuda menggenggam angka nol dilengkapi prasasti marmer hitam yang menunjukkan posisi geografisnya.
Di lantai pertama monumen terdapat sebuah pilar bulat dan terdapat prasasti peresmian tugu yang ditandatangani Wakil Presiden Try Sutrisno, pada 9 September 1997.
Di lantai kedua terdapat sebuah beton bersegi empat dimana tertempel dua prasasti yaitu prasasti pertama ditandatangani Menteri Riset dan Teknologi/Ketua BPP Teknologi BJ Habibie, pada 24 September 1997.
Dalam prasasti itu bertuliskan penetapan posisi geografis KM-0 Indonesia tersebut diukur pakar BPP Teknologi dengan menggunakan teknologi Global Positioning System (GPS). Sedangkan prasati kedua menjelaskan posisi geografis tempat ini.
Tugu Nol Kilometer Sabang sebenarnya tidak dipancangkan persis di garis terluar sisi barat wilayah Indonesia. Sebenarnya secara teknis, masih ada pulau di sisi paling barat Indonesia yaitu Pulau Lhee Blah, berupa pulau kecil di sebelah barat Pulau Breuh. Hal ini sama terjadi dengan pulau paling selatan yaitu Pulau Rote, walau secara teknis Pulau N’dana adalah pulau paling selatan di Indonesia.
Tugu Nol Kilometer di Sabang memiliki kembarannya yaitu di Merauke, Papua, tepatnya di Distrik Sota, Kabupaten Merauke, sekitar 75 kilometer dari pusat Kota Merauke dan 3 kilometer dari Tugu perbatasan dengan Negara Papua New Guinea.(28/msi)
Sumber: bisnissumatra.com
Pemerintah Aceh hari ini memperingati delapan tahun tercapainya perjanjian damai antara Pemerintah Indonesia dan Gerakan Aceh Merdeka. Berikut adalah terjemahan resmi kesepakatan damai yang ditandatangi di Helsinki, Filandia, 15 Agustus 2005 silam.
***
Terjemahan resmi ini telah disetujui oleh delegasi RI dan GAM. Hanya terjemahan resmi ini yang digunakan dalam bahasa Indonesia. Teks Asli tertulis dalam bahasa Inggris yang ditandatangani di Helsinki, Finlandia 15 Agustus 2005.
Nota Kesepahaman
antara
Pemerintah Republik Indonesia
dan
Gerakan Aceh Merdeka
Pemerintah Republik Indonesia dan Gerakan Aceh Merdeka (GAM) menegaskan komitmen mereka untuk penyelesaian konflik Aceh secara damai, menyeluruh, berkelanjutan dan bermartabat bagi semua.
Para pihak bertekad untuk menciptakan kondisi sehingga pemerintahan rakyat Aceh dapat diwujudkan melalui suatu proses yang demokratis dan adil dalam negara kesatuan dan konstitusi Republik Indonesia.
Para pihak sangat yakin bahwa hanya dengan penyelesaian damai atas konflik tersebut yang akan memungkinkan pembangunan kembali Aceh pasca Tsunami tanggal 26 Desember 2005 dapat mencapai kemajuan dan keberhasilan.
Para pihak yang terlibat dalam konflik bertekad untuk membangun rasa saling percaya.
Nota Kesepahaman ini memerinci isi persetujuan yang dicapai dan prinsip- prinsip yang akan memandu proses transformasi.
Untuk maksud ini Pemerintah RI dan GAM menyepakati hal-hal berikut:
1. Penyelenggaraan Pemerintahan di Aceh
1.1. Undang-undang tentang Penyelenggaraan Pemerintahan di Aceh
1.1.1. Undang-undang baru tentang Penyelenggaraan Pemerintahan di Aceh akan diundangkan dan akan mulai berlaku sesegera mungkin dan selambat-lambatnya tanggal 31 Maret 2006.
1.1.2. Undang-undang baru tentang Penyelenggaraan Pemerintahan di Aceh akan didasarkan pada prinsip-prinsip sebagai berikut:
a). Aceh akan melaksanakan kewenangan dalam semua sektor publik, yang akan diselenggarakan bersamaan dengan administrasi sipil dan peradilan, kecuali dalam bidang hubungan luar negeri, pertahanan luar, keamanan nasional, hal ikhwal moneter dan fiskal, kekuasaan kehakiman dan kebebasan beragama, dimana kebijakan tersebut merupakan kewenangan Pemerintah Republik Indonesia sesuai dengan Konstitusi.
b). Persetujuan-persetujuan internasional yang diberlakukan oleh Pemerintah Indonesia yang terkait dengan hal ikhwal kepentingan khusus Aceh akan berlaku dengan konsultasi dan persetujuan legislatif Aceh.
c). Keputusan-keputusan Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia yang terkait dengan Aceh akan dilakukan dengan konsultasi dan persetujuan legislatif Aceh.
d). Kebijakan-kebijakan administratif yang diambil oleh Pemerintah Indonesia berkaitan dengan Aceh akan dilaksanakan dengan konsultasi dan persetujuan Kepala Pemerintah Aceh.
1.1.3. Nama Aceh dan gelar pejabat senior yang dipilih akan ditentukan oleh
legislatif Aceh setelah pemilihan umum yang akan datang.
1.1.4. Perbatasan Aceh merujuk pada perbatasan 1 Juli 1956.
1.1.5. Aceh memiliki hak untuk menggunakan simbol-simbol wilayah termasuk bendera, lambang dan himne.
1.1.6. Kanun Aceh akan disusun kembali untuk Aceh dengan menghormati tradisi sejarah dan adat istiadat rakyat Aceh serta mencerminkan kebutuhan hukum terkini Aceh.
1.1.7. Lembaga Wali Nanggroe akan dibentuk dengan segala perangkat upacara dan gelarnya.
1.2. Partisipasi Politik
1.2.1 Sesegera mungkin, tetapi tidak lebih dari satu tahun sejak penandatanganan Nota Kesepahaman ini, Pemerintah RI menyepakati dan akan memfasilitasi pembentukan partai-partai politik yang berbasis di Aceh yang memenuhi persyaratan nasional. Memahami aspirasi rakyat Aceh untuk partai-partai politik lokal, Pemerintah RI, dalam tempo satu tahun, atau paling lambat 18 bulan sejak penandatanganan Nota Kesepahaman ini, akan menciptakan kondisi politik dan hukum untuk pendirian partai politik lokal di Aceh dengan berkonsultasi dengan Dewan Perwakilan Rakyat. Pelaksanaan Nota Kesepahaman ini yang tepat waktu akan memberi sumbangan positif bagi maksud tersebut.
1.2.2 Dengan penandatanganan Nota Kesepahaman ini, rakyat Aceh akan memiliki hak menentukan calon-calon untuk posisi semua pejabat yang dipilih untuk mengikuti pemilihan di Aceh pada bulan April 2006 dan selanjutnya.
1.2.3 Pemilihan lokal yang bebas dan adil akan diselenggarakan di bawah undang-undang baru tentang Penyelenggaraan Pemerintahan di Aceh untuk memilih Kepala Pemerintah Aceh dan pejabat terpilih lainnya pada bulan April 2006 serta untuk memilih anggota legislatif Aceh pada tahun 2009.
1.2.4 Sampai tahun 2009 legislatif (DPRD) Aceh tidak berkewenangan untuk mengesahkan peraturan perundang-undangan apapun tanpa persetujuan Kepala Pemerintah Aceh.
1.2.5 Semua penduduk Aceh akan diberikan kartu identitas baru yang biasa sebelum pemilihan pada bulan April 2006.
1.2.6 Partisipasi penuh semua orang Aceh dalam pemilihan lokal dan nasional, akan dijamin sesuai dengan Konstitusi Republik Indonesia.
1.2.7 Pemantau dari luar akan diundang untuk memantau pemilihan di Aceh. Pemilihan lokal bisa diselenggarakan dengan bantuan teknis dari luar.
1.2.8 Akan adanya transparansi penuh dalam dana kampanye.
1.3. Ekonomi
1.3.1. Aceh berhak memperoleh dana melalui hutang luar negeri. Aceh berhak untuk menetapkan tingkat suku bunga berbeda dengan yang ditetapkan oleh Bank Sentral Republik Indonesia (Bank Indonesia).
1.3.2. Aceh berhak menetapkan dan memungut pajak daerah untuk membiayai kegiatan-kegiatan internal yang resmi. Aceh berhak melakukan perdagangan dan bisnis secara internal dan internasional serta menarik investasi dan wisatawan asing secara langsung ke Aceh.
1.3.3. Aceh akan memiliki kewenangan atas sumber daya alam yang hidup di laut teritorial di sekitar Aceh.
1.3.4. Aceh berhak menguasai 70% hasil dari semua cadangan hidrokarbon dan sumber daya alam lainnya yang ada saat ini dan di masa mendatang di wilayah Aceh maupun laut teritorial sekitar Aceh.
1.3.5. Aceh melaksanakan pembangunan dan pengelolaan semua pelabuhan laut dan pelabuhan udara dalam wilayah Aceh.
1.3.6. Aceh akan menikmati perdagangan bebas dengan semua bagian Republik Indonesia tanpa hambatan pajak, tarif ataupun hambatan lainnya.
1.3.7. Aceh akan menikmati akses langsung dan tanpa hambatan ke negara- negara asing, melalui laut dan udara.
1.3.8. Pemerintah RI bertekad untuk menciptakan transparansi dalam pengumpulan dan pengalokasian pendapatan antara Pemerintah Pusat dan Aceh dengan menyetujui auditor luar melakukan verifikasi atas kegiatan tersebut dan menyampaikan hasil-hasilnya kepada Kepala Pemerintah Aceh.
1.3.9. GAM akan mencalonkan wakil-wakilnya untuk berpartisipasi secara penuh pada semua tingkatan dalam komisi yang dibentuk untuk melaksanakan rekonstruksi pasca-Tsunami (BRR).
1.4. Peraturan Perundang-undangan
1.4.1. Pemisahan kekuasaan antara badan-badan legislatif, eksekutif dan yudikatif akan diakui.
1.4.2. Legislatif Aceh akan merumuskan kembali ketentuan hukum bagi Aceh berdasarkan prinsip-prinsip universal hak asasi manusia sebagaimana tercantum dalam Kovenan Internasional Perserikatan Bangsa-bangsa mengenai Hak-hak Sipil dan Politik dan mengenai Hak-hak Ekonomi, Sosial dan Budaya.
1.4.3. Suatu sistem peradilan yang tidak memihak dan independen, termasuk pengadilan tinggi, dibentuk di Aceh di dalam sistem peradilan Republik Indonesia.
1.4.4. Pengangkatan Kepala Kepolisian Aceh dan Kepala Kejaksaan Tinggi harus mendapatkan persetujuan Kepala Pemerintah Aceh. Penerimaan (rekruitmen) dan pelatihan anggota kepolisian organik dan penuntut umum akan dilakukan dengan berkonsultasi dan atas persetujuan Kepala
Pemerintahan Aceh, sesuai dengan standar nasional yang berlaku.
1.4.5. Semua kejahatan sipil yang dilakukan oleh aparat militer di Aceh akan diadili pada pengadilan sipil di Aceh.
2. Hak Asasi Manusia
2.1. Pemerintah RI akan mematuhi Kovenan Internasional Perserikatan Bangsa-bangsa mengenai Hak-hak Sipil dan Politik dan mengenai Hak- hak Ekonomi, Sosial dan Budaya.
2.2. Sebuah Pengadilan Hak Asasi Manusia akan dibentuk untuk Aceh.
2.3. Komisi Kebenaran dan Rekonsiliasi akan dibentuk di Aceh oleh Komisi Kebenaran dan Rekonsiliasi Indonesia dengan tugas merumuskan dan menentukan upaya rekonsiliasi.
3. Amnesti dan reintegrasi ke dalam masyarakat
3.1. Amnesti
3.1.1. Pemerintah RI, sesuai dengan prosedur konstitusional, akan memberikan amnesti kepada semua orang yang telah terlibat dalam kegiatan GAM sesegera mungkin dan tidak lewat dari 15 hari sejak penandatanganan Nota Kesepahaman ini.
3.1.2. Narapidana dan tahanan politik yang ditahan akibat konflik akan dibebaskan tanpa syarat secepat mungkin dan selambat-lambatnya 15 hari sejak penandatanganan Nota Kesepahaman ini.
3.1.3. Kepala Misi Monitoring akan memutuskan kasus-kasus yang dipersengketakan sesuai dengan nasihat dari penasihat hukum Misi Monitoring.
3.1.4. Penggunaan senjata oleh personil GAM setelah penandatanganan Nota Kesepahaman ini akan dianggap sebagai pelanggaran terhadap Nota Kesepahaman dan hal itu akan membatalkan yang bersangkutan memperoleh amnesti.
3.2. Reintegrasi kedalam masyarakat
3.2.1. Sebagai warga negara Republik Indonesia, semua orang yang telah diberikan amnesti atau dibebaskan dari Lembaga Permasyarakatan atau tempat penahanan lainnya akan memperoleh semua hak-hak politik, ekonomi dan sosial serta hak untuk berpartisipasi secara bebas dalam proses politik baik di Aceh maupun pada tingkat nasional.
3.2.2. Orang-orang yang selama konflik telah menanggalkan kewarganegaraan Republik Indonesia berhak untuk mendapatkan kembali kewarganegaraan mereka.
3.2.3. Pemerintah RI dan Pemerintah Aceh akan melakukan upaya untuk membantu orang-orang yang terlibat dalam kegiatan GAM guna memperlancar reintegrasi mereka ke dalam masyarakat. Langkah-langkah tersebut mencakup pemberian kemudahan ekonomi bagi mantan pasukan GAM, tahanan politik yang telah memperoleh amnesti dan masyarakat yang terkena dampak. Suatu Dana Reintegrasi di bawah kewenangan Pemerintah Aceh akan dibentuk.
3.2.4. Pemerintah RI akan mengalokasikan dana bagi rehabilitasi harta benda publik dan perorangan yang hancur atau rusak akibat konflik untuk dikelola oleh Pemerintah Aceh.
3.2.5. Pemerintah RI akan mengalokasikan tanah pertanian dan dana yang memadai kepada Pemerintah Aceh dengan tujuan untuk memperlancar reintegrasi mantan pasukan GAM ke dalam masyarakat dan kompensasi bagi tahanan politik dan kalangan sipil yang terkena dampak. Pemerintah Aceh akan memanfaatkan tanah dan dana sebagai berikut:
a). Semua mantan pasukan GAM akan menerima alokasi tanah pertanian yang pantas, pekerjaan, atau jaminan sosial yang layak dari Pemerintah Aceh apabila mereka tidak mampu bekerja.
b). Semua tahanan politik yang memperoleh amnesti akan menerima alokasi tanah pertanian yang pantas, pekerjaan, atau jaminan sosial yang layak dari Pemerintah Aceh apabila tidak mampu bekerja.
c. Semua rakyat sipil yang dapat menunjukkan kerugian yang jelas akibat konflik akan menerima alokasi tanah pertanian yang pantas, pekerjaan, atau jaminan sosial yang layak dari Pemerintah Aceh apabila tidak mampu bekerja.
3.2.6. Pemerintah Aceh dan Pemerintah RI akan membentuk Komisi Bersama Penyelesaian Klaim untuk menangani klaim-klaim yang tidak terselesaikan.
3.2.7. Pasukan GAM akan memiliki hak untuk memperoleh pekerjaan sebagai polisi dan tentara organik di Aceh tanpa diskriminasi dan sesuai dengan standar nasional.
4. Pengaturan Keamanan
4.1. Semua aksi kekerasan antara pihak-pihak akan berakhir selambat- lambatnya pada saat penandatanganan Nota Kesepahaman ini.
4.2. GAM melakukan demobilisasi atas semua 3000 pasukan militernya. Anggota GAM tidak akan memakai seragam maupun menunjukkan emblem atau simbol militer setelah penandatanganan Nota Kesepahaman ini.
4.3. GAM melakukan decommissioning semua senjata, amunisi dan alat peledak yang dimiliki oleh para anggota dalam kegiatan GAM dengan bantuan Misi Monitoring Aceh (AMM). GAM sepakat untuk menyerahkan 840 buah senjata.
4.4. Penyerahan persenjataan GAM akan dimulai pada tanggal 15 September 2005, yang akan dilaksanakan dalam empat tahap, dan diselesaikan pada tanggal 31 Desember 2005.
4.5. Pemerintah RI akan menarik semua elemen tentara dan polisi non-organik dari Aceh.
4.6. Relokasi tentara dan polisi non-organik akan dimulai pada tanggal 15 September 2005, dan akan dilaksanakan dalam empat tahap sejalan dengan penyerahan senjata GAM, segera setelah setiap tahap diperiksa oleh AMM, dan selesai pada tanggal 31 Desember 2005.
4.7. Jumlah tentara organik yang tetap berada di Aceh setelah relokasi adalah 14.700 orang. Jumlah kekuatan polisi organik yang tetap berada di Aceh setelah relokasi adalah 9.100 orang.
4.8. Tidak akan ada pergerakan besar-besaran tentara setelah penandatanganan Nota Kesepahaman ini. Semua pergerakan lebih dari sejumlah satu peleton perlu diberitahukan sebelumnya kepada Kepala Misi Monitoring.
4.9. Pemerintah RI melakukan pengumpulan semua senjata illegal, amunisi dan alat peledak yang dimiliki oleh setiap kelompok dan pihak-pihak illegal manapun.
4.10. Polisi organik akan bertanggung jawab untuk menjaga hukum dan ketertiban di Aceh.
4.11. Tentara akan bertanggung jawab menjaga pertahanan eksternal Aceh. Dalam keadaan waktu damai yang normal, hanya tentara organik yang akan berada di Aceh.
4.12. Anggota polisi organik Aceh akan memperoleh pelatihan khusus di Aceh dan di luar negeri dengan penekanan pada penghormatan terhadap hak asasi manusia.
5. Pembentukan Misi Monitoring Aceh
5.1. Misi Monitoring Aceh (AMM) akan dibentuk oleh Uni Eropa dan negara- negara ASEAN yang ikut serta dengan mandat memantau pelaksanaan komitmen para pihak dalam Nota Kesepahaman ini.
5.2. Tugas AMM adalah untuk:
a). Memantau demobilisasi GAM dan decomissioning persenjataannya.
b). Memantau relokasi tentara dan polisi non-organik.
c). Memantau reintegrasi anggota-anggota GAM yang aktif ke dalam masyarakat.
d). Memantau situasi hak asasi manusia dan memberikan bantuan dalam bidang ini.
e). Memantau proses perubahan peraturan perundang-undangan.
f). Memutuskan kasus-kasus amnesti yang disengketakan.
g). Menyelidiki dan memutuskan pengaduan dan tuduhan pelanggaran terhadap Nota Kesepahaman ini.
h). Membentuk dan memelihara hubungan dan kerjasama yang baik dengan para pihak.
5.3. Status Persetujuan Misi (SoMA) antara Pemerintah RI dan Uni Eropa akan ditandatangani setelah Nota Kesepahaman ini ditandatangani. SoMA mendefinisikan status, hak-hak istimewa, dan kekebalan AMM dan anggota-anggotanya. Negara-negara ASEAN yang ikut serta yang telah diundang oleh Pemerintah RI akan menegaskan secara tertulis penerimaan dan kepatuhan mereka terhadap SoMA dimaksud.
5.4. Pemerintah RI akan memberikan semua dukungannya bagi pelaksanaan mandat AMM. Dalam kaitan ini, Pemerintah RI akan menulis surat kepada Uni Eropa dan negara-negara ASEAN yang ikut serta dan menyatakan komitmen dan dukungannya kepada AMM.
5.5. GAM akan memberikan semua dukungannya bagi pelaksanaan mandat AMM. Dalam kaitan ini, GAM akan menulis surat kepada Uni Eropa dan negara-negara ASEAN yang ikut serta menyatakan komitmen dan dukungannya kepada AMM.
5.6. Para pihak bertekad untuk menciptakan kondisi kerja yang aman, terjaga dan stabil bagi AMM dan menyatakan kerjasamanya secara penuh dengan AMM.
5.7. Tim monitoring memiliki kebebasan bergerak yang tidak terbatas di Aceh. Hanya tugas-tugas yang tercantum dalam rumusan Nota Kesepahaman ini yang akan diterima oleh AMM. Para pihak tidak memiliki veto atas tindakan atau kontrol terhadap kegiatan operasional AMM.
5.8. Pemerintah RI bertanggung jawab atas keamanan semua personil AMM di Indonesia. Personil AMM tidak membawa senjata. Bagaimanapun juga Kepala Misi Monitoring dapat memutuskan perkecualian bahwa patroli tidak akan didampingi oleh pasukan bersenjata Pemerintah RI. Dalam hal ini, Pemerintah RI akan diberitahukan dan Pemerintah RI tidak akan bertanggung jawab atas keamanan patroli tersebut.
5.9. Pemerintah RI akan menyediakan tempat-tempat pengumpulan senjata dan mendukung tim-tim pengumpul senjata bergerak (mobile team) bekerjasama dengan GAM.
5.10. Penghancuran segera akan dilaksanakan setelah pengumpulan senjata
dan amunisi. Proses ini akan sepenuhnya didokumentasikan dan dipublikasikan sebagaimana mestinya.
5.11. AMM melapor kepada Kepala Misi Monitoring yang akan memberikan
laporan rutin kepada para pihak dan kepada pihak lainnya sebagaimana diperlukan, maupun kepada orang atau kantor yang ditunjuk di Uni Eropa dan negara-negara ASEAN yang ikut serta.
5.12. Setelah penandatanganan Nota Kesepahaman ini setiap pihak akan menunjuk seorang wakil senior untuk menangani semua hal ihwal yang terkait dengan pelaksanaan Nota Kesepahaman ini dengan Kepala Misi Monitoring.
5.13. Para pihak bersepakat atas suatu pemberitahuan prosedur tanggungjawab kepada AMM, termasuk isu-isu militer dan rekonstruksi.
5.14. Pemerintah RI akan mengambil langkah-langkah yang diperlukan berkaitan dengan pelayanan medis darurat dan perawatan di rumah sakit bagi personil AMM.
5.15. Untuk mendukung transparansi, Pemerintah RI akan mengizinkan akses penuh bagi perwakilan media nasional dan internasional ke Aceh.
6. Penyelesaian perselisihan
6.1. Jika terjadi perselisihan berkaitan dengan pelaksanaan Nota Kesepahaman ini, maka akan segera diselesaikan dengan cara berikut:
a). Sebagai suatu aturan, perselisihan yang terjadi atas pelaksanaan Nota Kesepahaman ini akan diselesaikan oleh Kepala Misi Monitoring, melalui musyawarah dengan para pihak dan semua pihak memberikan informasi yang dibutuhkan secepatnya. Kepala Misi Monitoring akan mengambil keputusan yang akan mengikat para pihak.
b). Jika Kepala Misi Monitoring menyimpulkan bahwa perselisihan tidak dapat diselesaikan dengan cara sebagaimana tersebut di atas, maka perselisihan akan dibahas bersama oleh Kepala Misi Monitoring dengan wakil senior dari setiap pihak. Selanjutnya, Kepala Misi Monitoring akan mengambil keputusan yang akan mengikat para pihak.
c). Dalam kasus-kasus di mana perselisihan tidak dapat diselesaikan melalui salah satu cara sebagaimana disebutkan di atas, Kepala Misi Monitoring akan melaporkan secara langsung kepada Menteri Koordinator Politik Hukum dan Keamanan Republik Indonesia, pimpinan politik GAM dan Ketua Dewan Direktur Crisis Management Initiative, serta memberitahu Komite Politik dan Keamanan Uni Eropa. Setelah berkonsultasi dengan para pihak, Ketua Dewan Direktur Crisis Management Initiative akan mengambil keputusan yang mengikat para pihak.
***
Pemerintah RI dan GAM tidak akan mengambil tindakan yang tidak konsisten dengan rumusan atau semangat Nota Kesepahaman ini.
***
Ditandatangani dalam rangkap tiga di Helsinki, Finlandia, pada hari Senin, tanggal 15 Agustus 2005.
A.n. Pemerintah Republik Indonesia,
Hamid Awaluddin
Menteri Hukum dan HAM
A.n. Gerakan Aceh Merdeka,
Malik Mahmud
Pimpinan
Disaksikan oleh,
Martti Ahtisaari
Mantan Presiden Finlandia
Ketua Dewan Direktur Crisis Management Initiative
Fasilitator proses negosiasi
Sumber: acehinfo.com
[jemp]
Berbicara mengenai sejarah, nama Sabang sendiri berasal dari bahasa arab, Shabag yang artinya gunung meletus. Mengapa gunung meletus? mungkin dahulu kala masih banyak gunung berapi yang masih aktif di Sabang, hal ini masih bisa dilihat di gunung berapi di Jaboi dan Gunung berapi di dalam laut Pria Laot.
Sekitar tahun 301 sebelum Masehi, seorang Ahli bumi Yunani, Ptolomacus berlayar ke arah timur dan berlabuh di sebuah pulau tak terkenal di mulut selat Malaka, pulah Weh! Kemudian dia menyebut dan memperkenalkan pulau tersebut sebagai Pulau Emas di peta para pelaut.Pada abad ke 12, Sinbad mengadakan pelayaran dari Sohar, Oman, jauh mengarungi melalui rute Maldives, Pulau Kalkit (India), Sri Langka, Andaman, Nias, Weh, Penang, dan Canton (China). Sinbad berlabuh di sebuah pulau dan menamainya Pulau Emas, pulau itu yang dikenal orang sekarang dengan nama Pulau Weh.
Sedangkan Pulau Weh berasal dari kata dalam bahasa aceh, ”weh” yang artinya pindah, menurut sejarah yang beredar Pulau Weh pada mulanya merupakan satu kesatuan dengan Pulau Sumatra, karena sesuatu hal akhirnya Pulau Weh, me-weh-kan diri ke posisinya yang sekarang. Makanya pulau ini diberi nama Pulau Weh.
Peta Sabang Tempo Doeloe
Ada cerita yang aku dengar dari temanku, Radzie yang mendengar dari warga di Gampong Pie Ulee Lheueh, Pulau Weh sebelumnya bersambung dengan Ulee Lheue. Ulee Lheue di Banda Aceh sebenarnya adalah Ulee Lheueh (yang terlepas). Beredar kabar juga Gunung berapi yang meletus dan menyebabkan kawasan ini terpisah. Seperti halnya Pulau Jawa dan Sumatera dulu, yang terpisah akibat Krakatau meletus.
Menurut teman-teman yang berasal dari luar nanggroe (LN), pulau weh terkenal dengan pulau we tanpa h. ada yang berfikiran kalau pulau weh diberi nama pulau we karena bentuknya seperti huruf W. hah?!!kamu juga berpikir seperti itu?ngga salah juga sech.
Yang paling penting bagi sejarah Pulau Weh adalah sejak adanya pelabuhan di Kota Sabang. Sekitar tahun 1900, Sabang adalah sebuah desa nelayan dengan pelabuhan dan iklim yang baik. Kemudian belanda membangun depot batubara di sana, pelabuhan diperdalam, mendayagunakan dataran, sehingga tempat yang bisa menampung 25.000 ton batubara telah terbangun. Kapal Uap, kapal laut yang digerakkan oleh batubara, dari banyak negara, singgah untuk mengambil batubara, air segar dan fasilitas-fasilitas yang ada lainnya, hal ini dapat dilihat dengan masih banyaknya bangunan-bangunan peninggalan Belanda. Sebelum Perang Dunia II, pelabuhan Sabang sangat penting dibanding Singapura. Namun, di saat Kapal laut bertenaga diesel digunakan, maka Singapura menjadi lebih dibutuhkan, dan Sabang pun mulai dilupakan.
Pada tahun 1970, pemerintahan Republik Indonesia merencanakan untuk mengembangkan Sabang di berbagai aspek, termasuk perikanan, industri, perdagangan dan lainnya. Pelabuhan Sabang sendiri akhirnya menjadi pelabuhan bebas dan menjadi salah satu pelabuhan terpenting di Indonesia. Tetapi akhirnya ditutup pada tahun 1986 dengan alasan menjadi daerah yang rawan untuk penyelundupan barang.
Ayo,kunjungi Sabang sekarang!
Kita jalan ke tempat menarik lainnya di Kota Sabang.
Sumber : http://agaminong.blogspot.com<.
[jemp]
Jakarta – Terkait dengan rencana pemerintah merekrut sekitar 60.000 Calon Pegawai Negeri Sipil (CPNS) dari jalur umum pada September mendatang, Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (PAN-RB) Azwar Abubakar menegaskan, bahwa pelaksanaan seleksi dilakukan secara kombinasi, yaitu dengan sistem Computer Assisted Test (CAT) atau dengan sistem Lembar Jawaban Komputer (LJK).
“Dalam rangka menjamin pelaksanaan seleksi CPNS yang kompetitif, obyektif, transparan dan bebas praktek korupsi, kolusi dan nepotisme (KKN), serta tidak dipungut biaya, Pemerintah bertekad untuk tetap menerapkan sistem (CAT) dalam setiap pelaksanaan seleksi CPNS,” kata Azwar Abubakar dalam Surat Edaran yang dikirimkan kepada Pejabat Pembina Kepegawaian Pusat dan Pejabat Pembina Kepegawaian Daerah, tertanggal 29 Juli 2013 lalu.
Ditegaskan Menteri PAN-RB, pelaksanaan seleksi CPNS dari pelamar umum 2013 di Kementerian/Lembaga dan Pemerintah Provinsi diharapkan telah menggunakan sistem CAT, demikian juga bagi Kabupaten/Kota yang sudah siap.
Sedang pada tahun 2014 dan seterusnya, pelaksanaan seleksi CPNS dari pelamar umum di seluruh wilayah tanah air wajib menggunakan sistem CAT.
Melalui surat tersebut, Menteri PAN-RB Azwar Abubakar meminta para Pejabat Pembina Kepegawaian untuk menyiapkan sarana guna mendukung pelaksanaan sistem CAT sebagaimana dimaksud.
Dalam lampiran Surat Edaran itu disebutkan spesifikasi minimal infrastruktur penggunaan CAT, yaitu:
1. Processor intel Core Duo;
2. Memory 2 GB;
3. HD 250 GB;
4. DVDRW;
5. Keyboard + Mouse Optic PS 2;
6. Display minimum 1024 X 768 pixel;
7. Network Card 100 mbps dan wifi;
8. Browser Google Chrome;
9. Antivirus update
Selain itu juga, pelaksanaan sistem CAT wajib didukung:
a. Jaringan lokal (local networking) menggunakan hub/switch dan router serta wifi sesuai standar industri yang disesuaikan dengan jumlah client ( min 1/100);
b. Genset/UPS untuk mengantisipasi PT. PLN apabila ada pemadaman listrik;
c. LCD TV untuk monitoring hasil tes berikut kabel data untuk menghubungkan ke komputer;
d. Infocus Projector untuk pemaparan dan pengarahan tes dengan CAT System.
Sumber: acehinfo.com/setkab.go.id
[jemp]
JAKARTA — Kepolisian menangkap seorang terduga teroris dan seorang temannya di halaman parkir pintu masuk Hotel Inn Garuda, Jalan Malioboro Yogyakarta, Jumat (9/8) sekitar pukul 22.45 WIB.
“Mereka DPO diduga mengetahui perencanaan teror terhadap umat Budha dan Kedubes Myanmar, tapi gagal,” kata Kadiv Humas Mabes Polri, Irjen Pol Ronny F Sompie, Sabtu (10/8).
Ronny mengatakan, terduga teroris bernama M Syaiful Sabani alias Ipul alias Sayyev (25 tahun), pekerjaan wiraswasta asal Kranggan RT 008/003, Bumirejo, Kebumen.
Selain itu, Bayu Dwi Ardianto (26) juga ditangkap karena dicurigai terlibat. Ronny mengatakan, Bayu merupakan pengangguran asal Barak Margoluwih RT 03 RW 14 Sayegan, Sleman, Jogjakarta. “Bayu ditangkap bersama Syaiful,” katanya.
Ronny mengatakan keterlibatan Syaiful karena berhubungan dengan Rohadi dan Sigit yang telah tertangkap sebelumnya. Mereka telah membuat bom yang dilatih oleh Sepriano alias Mambo.
Mereka juga diduga melakukan latihan militer (i’dad) di Gunung Salak pada Januari 2013 serta membantu mencari dana untuk halaqoh yang dipimpin Rohadi. “Saiful juga menjadi penghubung antara Rohadi dan Sepriano sehingga terjadi penyerahan bom pipa,” katanya.
Menurutnya, tim masih melakukan pemeriksaan terhadap kedua tersangka. Selain itu, polisi meminta masyarakat membantu dan mendukung secara moril terhadap upaya pengungkapan kasus ini secara lengkap dan tuntas sekaligus untuk pencegahan kasus lainnya.
Sumber: acehinfo.com